Image: http://blog.airyrooms.com
Sangat sering aku mendengar kalimat ke bromo nggak bisa pakai Metic karena takut kalau pakai metic remnya jebol, oke lah aku hargai apa kata mereka mungkin mereka pernah ngalamin.
Sangat sering aku mendengar kalimat ke bromo nggak bisa pakai Metic karena takut kalau pakai metic remnya jebol, oke lah aku hargai apa kata mereka mungkin mereka pernah ngalamin.
Namun aku sudah
membuktikannya dan sudah aku lakuin 2x ke bromo. Nah untuk lebih jelasnya bagaimana persiapan serta apa saja yang terjadi ketika ke bromo pakai motor metic?
Baca sampai habis.
1 Mei 2018 pagi kita sudah siap menuju kebromo, namun
persiapan menuju kesana tidak hanya 1 hari namun sebelum itu aku pakai motor Vario
125cc, nah sebelum hari H datang, aku lakukan service di ahass terlebih dahulu
untuk keamanan. Dan untuk apa saja yang harus dibawah? Kalau aku sendiri sama
Cabiku(calon Biniku) untuk barang yang dibawah tak banyak yang penting di
domper ada uang 200rb itu sudah sekalian bahan bakar dan makan, dan pastinya
Motor Vario jangan lupa.
Persiapan sudah selesai. Kala itu brangkat dari surabaya
jam 04:30 dan sampai sana jam 09:00. Perjalanan kali ini hanya mengandalkan
petunjuk dari Gps jadi nyasar tidaknya kita percayai Gps, hehehe. Oke sekarang
saya akan menceritakan apa saja yang harus kita lakuin saat ke bromo. Jadi pada
rute Gps saya di antar ke gerbang utama yang mana kita harus bayar tiket masuk
serta ansuransi bila terjadi apa apa.
Kelok jalanpun mulai menyapa serta naik turun jalananpun
tak mau kalah menguji ketangguhan Motor Vario kala itu. Dengan teknologi yang
di bawakan oleh Vario. Sangat nyaman untuk digunakan jalur seperti ini walaupun
Vario bukan di ciptakan untuk jalur seperti ini. Nah ini catatan dariku, “saat menjalin cinta dengan rute ke bromo
yang curam, kita harus bisa mengatur Rem. Gambaran yang mudah adalah, kita
harus menggunakan kedua rem agar panas yang terjadi pada rem tidak terlalu
parah bila kita hanya menggunakan 1 rem saja. Dan kalau Rem Motor sepertinya
tidak berhenti sama sekali, cari lahan yang bisa untuh Motor berhenti dan
biarkan beberapa menit agar Rem terasa tidak pasa lagi”.
Pikiranpun membayangkan kalau di sekitar daerah yang
begitu curam tidak ada bangunan penduduk. Namun bayangan itupun di tepis dengan
banyaknya pemukiman di daerah Bromo. Terlihat lalu lalang mobil JEEP mengantar
wisatawan dan para pendaki gunung bromo, menandakan Bromo sudah di depan mata.
Dan benar dari atas sudah terlihat mobil JEEP berbaris di samping bukit yang
diberi nama bukit teletubbies.
Sesampai di bukit teletubbies kita tak lupa mengabadikan
momen dari bidikan kamera. Aku dan Cabiku kala itu tak mengetahui rute ke
gunung bromonya karena sudah tak ada rute sehingga kita sudah merencanakan pulang
jam 12 siang. Terdengar suara orang jualan Es Cream mengundang lidah untuk
mencicipinya, tapi tak semudah itu untuk mencicipinya karena orang yang jualan
itu tidak berhenti sehingga mengharuskan kita membuntutinya dari belakang yang
mana jarak kita sudah jauh.
Deburan pasir memenuhi tubuh karena medan yang kita lalui
adalah hamparan pasir halus dengan ketebalan 7cm lebih, hingga membutuhkan
keseimbangan extra agar kita tetap bisa berjalan diatas Motor Vario. Cukup lama
kita mengejar orang itu sampai 10menit kita mengejar dan akhirnya bisa kita
temui saat penjual itu berhenti. Rasa penasaranku pada jalur menuju bromo
membuat aku menanyakan rute itu pada penjual tersebut, dengan itu aku mencoba
menuju ke arah yang sudah ditunjukkan setelah Es Cream kita habis.
Variopun berpacu dengan tantangan yang harus dia tempuh,
sesekali kita hampir jatuh karena kurang terbiasanya melalui rute seperti itu.
Semakin jauh kita meninggalkan Bukit Teletubbies semakin kita disuguhkan lautan
pasir. Pasir Berbisik orang biasa menyebutnya. Namun memang begitu angin
mengembuskan pasir dan ketika pasir berbenturan dengan sesama memberikan melodi
yang seolah pasir itu berbisik.
Hampir kita menyerah karena sempat terjadi badai pasir
yang membuat jarak pandang kita tak jauh dan nyalipun mulai di uji. Namun
dengan kepercayaan yang kita junjung akhirnya kita memandang sebuah gunung yang
sering kita lihat di berbagai media. Ya ini Bromo, aku menikmati suguhan ini,
dan inilah aku harus bersyukur akan nikmatNya.
Sampai di lereng bromo kita parkir dan langsung saja aku
bahas waktu mau pulang. Nah pas mau pulang jam 3 sore kita makan terlebih
dahulu, namun kita tidak beli diatas karena sudah pasti harga lebih mahal
dibandingkan beli dijalan. Dengan itu kita sebelum berangkat beli nasi bungkus
dipinggir jalan seharga 7000 yang mana beli pagi dan kita makan sore, sudah
kebayangkan bagaimana? Namun syukur saja Nasi dan lauknya tidak basi mungkin
karena Suhunya yang dingin ya?
Selesai makan kita langsung lanjut pulang, tetapi sebelum
pulang ada sepasang kekasih menghampiri kita dan menanyakan “mas arek sidoarjo
ta” langsung aku jawab “enggak mas, aku Gresik tapi tujuan Suroboyo”. Ternyata
pasangan itu ikut kita rutenya karena Gps mereka tidak bisa di pakai. Oke kita
terima dan syukur syukur bisa buat teman saat traveling. Pasangan itu pakai
motor CB yang sudah di modifikasi. Aku dan Cabiku dibuat bingung kok pasangan
itu tau kalo kita mau arah kesana. Dan ternyata kita sadar kalau Nomer Polisi
yang kita pakai adalah “W” yakni wilayah Sidoarjo dan Gresik.
Seperti tadi kita melewati rute pas menuju bromo. Tapi
keadaan berubah ketika pasangan yang ikut kita kehabisan bahan bakar. Otomatis
aku bantu, tapi tak semudah itu membantu dengan cara bagai mana? Aku dorong?
Tidak mungkin jalannya nanjak, aku ambil dari Vario tidak ada selang kecil. Dan
masalah belum selesai Cewek dari motor CB tersebut nangis, dan kita baru tahu
kalau mereka anak SMA yang kebromo tidak izin dan si cewek ini sudah dicari
orang tuanya.
Otomatis aku dan Cabiku memutuskan untuk mencarikan bahan
bakar yang tidak jauh serta harus naik kepemukiman. Roda Variopun beradu dengan
bebatuan serta pasir yang satu satunya jalan terbaik menuju Bahan Bakar. Syukur
alhamdulillah kita menemukan dan meminjam botol Bensinnya sekalian, kitapun di
haruskan turun lagi ke lautan pasir. 2 jam sudah waktu kita terkuras, semakin
malampun semakin suhunya rendah. Dan Misi tersebut selesai.
Akhirnya kita berempat lanjut perjalanan, jam 7 kita baru
sampai di Lawang karena kita melewati jalur alternatif. Dan bikin kita kecewa
adalah, tuh bocah setelah di Lawang langsung pergi tanpa terima kasih tanpa
pamit ataupun tanda kalau sudah selesai misinya. Dan cukuplah kita ambil
positifnya saja. Dan sampai sekarangpun pengalaman itu yang sering membuat kita
tertawa sendiri.
Sepenggal kata buat kita
“ kalau kamu susah tuk berSyukur? Pergilah. Carilah kebesaran Tuhanmu,
dan bersyukurlah”
0 Comments